Pages

Kamis, 06 Oktober 2016

Pengalaman Memperpanjang SIM di SIM Keliling

Taraaa... Oktober telah tiba. Tanggal 1, tanggal muda. Dompet kembali menebal hehehe. Ah sebenarnya biasa saja sih, ngga kaya gitu juga wkwkwk...

Oh iya saya teringat sesuatu. Seharusnya saya sudah mengurus perpanjangan SIM C di awal bulan Oktober ini. Kalau tidak diurus sampai tanggal 9 Oktober, bisa-bisa saya harus membuat SIM C baru. Ah males banget. Ya sudahlah diurus saja. Tapi SIM saya kan dulu dibuat di Bekasi. Sedangkan saya sedang tinggal di Bogor. Apa saya harus jauh-jauuuuh... ke Bekasi buat perpanjangan SIM ? Menurut kabar burung yang saya tau sih sekarang perpanjangan SIM bisa dimana saja. Saya coba tanya teman-teman dan Mbah Google. Saya dapat kesimpulan lemah dari jawaban mereka. Kesimpulannya "Ya, bisa (mungkin)". Okelah. Saya cari-cari jadwal tempat 'nongkrong' mobil SIM keliling di Kota Bogor. Hari Selasa, Tanggal 4 Oktober di Plaza Jambu Dua. Oke Berangkat... Masuk kantor siang rapopo, mumpung kerjaan sedang tidak banyak. Tapi sayangnya saya bangun kesiangan heuheuheu. Niat berangkat jam 8 malah ketiduran sampai jam setengah 9. Ga apa-apa, Saya tetap berangkat, liat-liat keadaan siapa tau kosong, kalau sudah ramai yasudah besok aja. Dan benar saja saat sampai di TKP yang ngantri sudah bejibun wkwkw. Untuk memastikan apakah bisa memperpanjang SIM luar daerah saya tanya ke petugas . Petugas mengiyakan. Bisa, dengan syarat sudah punya e-KTP. Yes !

Esok harinya saya ga mau ketiduran lagi setelah shalat subuh. Jam 8 saya berangkat dari kosan. Mobil SIM Keliling hari ini jadwalnya ada di Polsek Bogor Utara. Sesampainya disana puluhan orang sudah menunggu. Saya sedikit kesiangan rupanya...

Terus disana saya ngapain aja ? Bagaimana langkah-langkah memperpanjang SIM di SIM keliling Kota Bogor ?
1. Menulis nama, alamat, dan jenis SIM yang ingin diperpanjang di kertas absen.
2. Petugas mengecek kesehatan dan meminta berkas persyaratan, yaitu SIM lama yang asli dan fotocopy e-KTP.
3. Petugas mengambil foto, sidik jari, dan tanda tangan.
4. Mengisi formulir yang diberikan petugas.
5. Menyerahkan formulir dan membayar biaya perpanjangan SIM.
6. Mengambil SIM baru
7. Pulang dengan hati legaa

Ya demikianlah pengalaman pertama saya memperpanjang SIM di SIM keliling. Ga usah pulang jauh-jauh ke tanah kelahiran di Bekasi. Daan prosesnya pun ga ribet kok, cuma harus sabaaar aja antrinya heuheuheu.

Sekian. Terima kasih. Semoga tulisan ini bermanfaat 😀


Selasa, 06 September 2016

Kakek Penjual Kupluk

Kakek ini adalah seorang penjual topi kupluk keliling. Walaupun sudah berumur, kakek ini pantang untuk mengemis dan merepotkan orang lain, termasuk pada keluarganya. Pada akhirnya beliau memutuskan untuk menjual topi kupluk dari hasil karya tangannya sendiri. Ya.. beliau menjual topi kupluk hasil jahitan sendiri. Kemampuan menjahitnya beliau dapatkan dari hasil belajar secara otodidak. Bahan yang dipakai untuk membuatnya pun berasal dari sisa-sisa bahan kain dari konveksi pembuatan baju yang beliau kumpulkan sendiri. Beliau membuat topi dari pagi hingga sore. Dari waktu selama itu beliau dapat membuat sekitar 15 buah topi. Setelah selesai membuat, beliau mulai pergi berjualan sekitar habis magrib hingga sekitar jam 11 malam. Satu topi kupluk dihargai sebesar Rp 1.000. Ya hanya seribu rupiah ! Beliau tidak memikirkan untung-rugi. Yang beliau pikirkan hanya bagaimana berusaha untuk mencari rezeki dari hasil keringatnya sendiri. Kakek yang hebat bukan ? :)

Sebelum menjadi penjual topi kupluk, beliau pernah bekerja sebagai pegawai toko grosir pakaian besar di Bogor. Pekerjaan itu beliau dapatkan semenjak usianya masih muda. Di toko itu beliau bertugas mencatat keluar dan masuknya barang. Beliau seorang yang pendiam dan pemalu, tak berani macam-macam. Beliau bekerja dengan jujur. Setelah beberapa lama bekerja (kalau tidak salah hingga belasan atau puluhan tahun), ada pegawai baru yang masuk lalu menjadi anak emas bosnya. Beliau pun mulai tersisih hingga akhirnya beliau tidak lagi menjadi pegawai di toko itu. Beliau tidak mendapatkan apa-apa. Kaya pun tidak. Lain halnya dengan pegawai baru itu. Hartanya banyak, memiliki tanah dimana-mana. Namun itu dari hasil kerja yang tidak jujur. Ya pegawai baru itu tidak sejujur beliau. Hingga pada akhirnya toko itupun bangkrut. Begitulah menurut cerita beliau. 

Ya demikianlah kisah dari Kakek Penjual Kupluk. Semoga ceritanya dapat menjadi contoh dan pelajaran untuk semuanya. Terima kasih sudah membaca. Semoga bermanfaat :)


* Sumber cerita dari hasil ngobrol-ngobrol dengan Kakek penjual topi kupluk langsung
** Sumber foto : http://jateng.tribunnews.com/2016/10/28/viral-kakek-penjual-kupluk-setiap-pagi-lakukan-ini-sebelum-jualan-malam-hari

Selasa, 23 Agustus 2016

Catatan Perjalanan : Nekat Ngebolang ke Surabaya (Part 3)


Etape 4 Yogya-Surabaya

Waktu menunjukan pukul 05.30. Setelah selesai solat dan ke kamar mandi, saya mencari warung  di dalam terminal untuk sarapan. Perut sudah meminta jatah asupan makan pagi. Lho bukannya tadi udah dapat servis makan ? Anggap saja itu cuma pengganjal heuheu... Lagipula sejak kemarin siang saya belum makan sama sekali. Setelah dilihat-lihat ternyata masih banyak warung yang tutup, tapi beberapa sudah bersiap-siap buka. Saya menghampiri warung terdekat yang sudah buka, itupun penjaga warungnya masih beres-beres. Saya memesan mie rebus dan teh manis. Cuma makan itu aja ? emang Kenyang ? Tentu saja tidak hehehe... Lagi-lagi sarapan kali ini hanya untuk mengganjal perut saja.

Setelah selesai makan, Saya mencari terminal keberangkatan bus menuju Surabaya. Agak membingungkan terminalnya. Soalnya ini kali pertama saya pergi ke terminal yang tempat kedatangan dan keberangkatannya dipisah. Yaa inilah kerennya terminal-terminal di "Jawa", konsep terminalnya seperti bandara, ada terminal kedatangan, ada terminal keberangkatan. Sebelumnya saya belum pernah menemukan terminal seperti ini di Jakarta maupun di Jawa barat. Setelah saya tanya sana sini, akhirnya saya menemukan tempat yang dimaksud. Disana sudah terparkir dua bus tujuan Surabaya kelas ATB, AC Tarip Biasa alias Ekonomi AC. Satu bus dari Sumber Selamet, satu lagi dari Mira. Saya pilih naik Bus Mira. Saya takut jantungan kalau naik bus Sumber Selamet, kata orang-orang sih ngebutnya gilee ndro wkwk... Saya penumpang pertama yang masuk di bus itu. Di dalam saya melihat-lihat interior bus. Bagus, masih terlihat baru. Bodynya pun tergolong model baru. Masih Gress. Bukan cuma sekedar "edit" atau rombak body yang lama lho ya. Hanya kursinya saja yang sempit dan tidak empuk. Tapi bagi saya sudah "wah" untuk sekelas bus ekonomi.

Sekitar setengah jam kemudian bus berangkat. Sebagian besar penumpang sepertinya penglaju yang ingin berangkat ke tempat kerja. Terlihat dari pakaian mereka yang rapih, dan beberapa membawa helm. Bus pun keluar terminal, lalu langsung tancap gas. Weleh weleh.. banter juga ternyata. Sepanjang ring road Selatan Jogja bus dengan leluasa memacu kecepatannya. Suara mesin depan Hino AK8 meraung-raung. Di tengah jalan Kondektur menagihkan ongkos. Rp 38.000 tarif yang harus dibayarkan untuk ke Surabaya. Saya beri uang 50ribuan, lalu kondektur mengembalikan dengan uang 10 ribu, sisanya 2 ribu dicatat di tiket saya, kembaliannya belum ada. Sampai di terminal Tirtonadi Solo, bus kembali berhenti lama untuk mencari penumpang. Lalu bus pun berjalan lagi. Ya lagi-lagi ngebut. Tapi karena jalan di kota Solo ramai, laju bus agak tertahan. Selepas kota Solo saya tidak kenal lagi saya sudah sampai di daerah mana-mananya. Yang masih saya ingat hanya daerah Ponorogo, di sisi kanan ada Pesantren Gontor Putri. Dulu rombongan rihlah SMA pernah menunggu di depan pesantren itu. Selebihnya saya mencari tahu saya sampai daerah mana dari papan plang yang terpasang di jalan. Sragen, Ponorogo, Madiun, Jombang, Mojokerto, Krian....

Oh iya saya belum mengambil kembalian yang kurang. Saya memanggil kondektur dan menunjukkan tiket yang sudah dicoret olehnya. Dengan muka cemberut kondektur memberikan selembar uang 2ribu. Mungkin di dalam hati dia bilang "kenapa gak dari tadi" heuheuheu...

Sepanjang perjalanan saya memperhatikan kerjasama apik antara kondektur dan supir. Kondektur memberi aba-aba ketika supir ingin menyalip kendaraannya. "Kres ! " Jika keadaan tidak memungkinkan menyalip, "Pre !" Jika keadaan memungkinkan menyalip, dan menepuk dashboard jika supir terlalu kencang atau berbahaya. Ini baru namanya co-Driver.

Sudah masuk pukul 2 siang. Saya mengira jam segini harusnya saya sudah sampai di Surabaya. Tapi ternyata belum sampai juga. Kalau tidak salah baru sampai daerah Jombang atau Mojokerto. Cuaca panas, badan sudah lemas, pegal, pusing, juga lapar hohoo...  Seorang ibu penjual makanan naik. Saya ingin membeli makanan yang dibawanya. "Ini berapa bu ? ", Tanya saya. Ibu itu menjawab dengan bahasa Jawa. Entah jawabnya apa, waktu itu saya belum mengerti bahasa Jawa. Lalu saya tanya lagi untuk yang kedua kali. Ibu itu lagi-lagi menjawab dengan bahasa Jawa. Saya tidak mengerti apa yang dikatakan ibu itu. Dengan nada sedikit kesal (ternyata benar orang lapar itu galak wkwkwk) saya tanya lagi pertanyaan  yang sama untuk ketiga kalinya. Dan lagi-lagi ibu itu menjawab dengan bahasa Jawa. Saya tetap sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan ibu itu. Tapi kali ini penumpang di belakang saya menerjemahkannya, "Tiga ribu". Hooo.... Saya pun membeli beberapa makanan yang dibawanya lalu membayar sesuai dengan yang saya ambil. Jujur, awalnya saya menggerutu gegara ibu itu, heran mosok ga bisa bahasa Indonesia. Ngapunten ya Bu hehe. Tapi berkat kejadian itulah akhirnya saya mau belajar bahasa Jawa. Minimal mengerti apa yang dibicarakan. Yaa siapa tahu nanti sewaktu-waktu ilmunya terpakai.

Pukul 4 sore akhirnya saya tiba di terminal Bungurasih, Surabaya. Dan lagi-lagi ketika saya turun dari bus banyak orang yang menawarkan jasa ojek, taksi, dll. Saya bertanya ke salah satu dari mereka, seorang bapak tukang ojek, "ke asrama haji Sukolilo naik apa ya pak ?". Bapak itu menjawab. Tapi saya tidak punya bayangan sama sekali, masih asing dengan Kota Surabaya. Akhirnya saya terima tawaran jasa ojeknya. Setelah nego kami sepakat tarifnya 15 ribu untuk ke asrama haji Sukolilo, yang ternyata jaraknya cukup jauh dari terminal, sekitar setengah jam. Dengan ongkos ojek sebesar itu terbilang sangat murah menurut saya. Sepanjang perjalanan saya melihat-lihat wajah kota Surabaya. Mirip sekali dengan Bekasi. Hanya saja disana lebih rapih dan jalannya lebih besar.

Sesampainya di asrama haji Sukolilo, saya bayar ojeknya lalu masuk ke dalam menuju mesjid. Disana saya bertemu mas Fadholi, kakak kelas saya di CSS. Ternyata dia juga salah satu peserta Munas. Lalu tak lama kemudian Ansori datang. Setelah beberapa saat mengobrol di masjid, saya diajak masuk ke dalam asrama. Selama saya di Surabaya saya tidak menginap di asrama haji Sukolilo. Disana khusus untuk peserta Munas CSS. Walaupun sebenarnya boleh saja saya menginap disana, tapi saya ga enak sama peserta lain. Saya menginap di rumah Amir, teman seangkatan di CSS. Dia memang asli Surabaya. Dia berkunjung ke asrama haji sukolilo pada malam harinya. lalu saya ikut pulang dengannya. Terima kasih bro sudah memberi tumpangan menginap, jalan-jalan, dan traktir makan selama di Surabaya. Maap kalau merepotkan heuheuheu....

Kamis, 12 Maret 2015

Perbedaan Antara Pertamax dan Shell Super

Selama ini saya mengira Pertamax dan Shell Super itu sama saja. Ya... sama-sama beroktan 92. Tapi, dugaan saya tersebut ternyata tidak benar. Kemarin saya coba membandingkan Pertamax dan Shell Super ketika pergi ke kampus. Saya berangkat ke Bogor dengan motor dengan isi bahan bakar Shell Super dan kembali ke Bekasi dengan isi bahan bakar Pertamax. Lalu apa bedanya antara kedua bensin beroktan 92 tersebut ?

Shell Super, dari segi harga tentu sedikit lebih mahal, selisih Rp 100 dengan Pertamax. Dari segi rasa di mesin, tarikan terasa lebih berat, tapi mesin lebih halus.

Sedangkan Pertamax selain lebih murah, dari segi rasa di mesin terasa enteng saat berakselerasi. Akan tetapi kekurangannya adalah mesin terasa lebih kasar.

Jadi, terbukti bahwa bensin Pertamax dan Shell Super itu berbeda. Beda perusahaan, beda pula produknya. Lalu bagaimana dengan produk dari Total ? Mungkin next time saya akan coba.

Kamis, 11 September 2014

Perilaku Konsumen: Catatan Kuliah Pertama

Muhammad Maliki
Departemen Ilmu Komputer
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor



Kuliah Perilaku Konsumen IKK233  September 2014 – Januari 2015
Departement of Family and Consumer Sciences, College of Human
Ecology Bogor Agricultural University IPB

Dosen:
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, MSc
Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA
Dr. Ir. Megawati Simanjuntak, MS
Ir. MD Djamaluddin, MSc
Ir. Retnaningsih, MS

Text Book:
Ujang Sumarwan. 2011. Perilakku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran> Edisi 2 Cetakan 1. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia


Catatan Kuliah Pertama

Perilaku Konsumen itu Mata Kuliah tentang apa sih ? Pertama-tama, mari kita ketahui hal-hal yang berkaitan dengan kata  “Konsumen “ itu apa aja sih ?  

“Jual Beli ?”, Ya ya ! “Konsumsi ?”, Ya ! “Uang ?” Ya ! “Makhluk Sosial ?”, Ya ya bisa jadi ! Hush ini bukan acara TV :p

Yap banyak sekali kata untuk mengambarkan tentang Konsumen, karena setiap manusia bahkan seluruh makhluk hidup sekalipun tak lepas dari titel “Konsumen”. Lalu sekarang apa yang dimaksud dengan Perilaku Konsumen ?  

“ Ya perilaku si konsumennya lah bro”. Hoho, ya tepat sekali. Sebelum membeli dan menggunakan sesuatu, kita tentu mempertimbangkan berbagai hal terlebih dahulu. Contohnya nih, saat membeli smartphone, pasti kita mempertimbangkan harga terlebih dahulu kan ? Ga mungkin kan budget kita Cuma 2 juta lalu mau membeli smartphone yang harganya 7 juta ? Ya kecuali mau cari pinjeman uang atau kredit sih hehe. Selain harga, mungkin ada sebagian dari kita yang mempertimbangkan mere, spesifikasi, dan lain sebagainya. Ya pokoknya yang sesuai selera sorangan wae lah nya’, kalau bahasa gaulnya sih, “suka-suka gue dong... ”. Nah begitu juga ketika kita ingin membeli atau menggunakan hal  yang lain, pasti maunya yang sesuai selera masing-masing, tak terkecuali dalam memilih pasangan hidup heuheu... #plak, Out Of Topic

Oke kembali ke topik, nah dari semua yang saya bahas di atas, menurut kacamata saya sih, jadi Mata Kuliah Perilaku Konsumen ini mempelajari tentang selera masing-masing, mayoritas, atau bahkan seluruh konsumen. Cocok sekali bagi mahasiswa  yang ingin membuka wirausaha,  menjalankan bisnis, atau sebagai konsultan bisnis amatir kalau seandainya ada teman atau kerabat yang meminta pendapat.

Di ruangan saya, pertemuan pertama Mata Kuliah Perilaku Konsumen diajar oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, MSc. Beliau adalah salah seorang dosen dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Pada pertemuan pertama ini Beliau menjelaskan pendahuluan tentang Perilaku Konsumen. Kurangnya seperti yang saya jelaskan di awal tadi, sedangkan lebihnya ada di slide hehe...

Sekian catatan kuliah pertama saya, semoga dengan mengikuti Mata Kuliah ini mendapat ilmu yang dapat bermanfaat di kemudian hari. Amiin.

Minggu, 06 Juli 2014

Catatan Perjalanan : Nekat Ngebolang ke Surabaya (Part 2)


Etape 1, Jakarta-Tasikmalaya

Terminal Lebak Bulus saat itu tampak normal, tidak begitu ramai, tidak ada kepadatan penumpang. Sebelum melanjutkan perjalanan, saya mencari musholla untuk sholat zuhur. Setelah solat, saya langsung menuju tempat pemberhentian bus. Disana tampak sebuah bus Primajasa Jakarta-Tasik kelas Ekonomi AC dengan model body old travego yang sudah siap untuk diberangkatkan, sedangkan dibelakangnya ada bus dengan PO dan jurusan yang sama, dengan body bus yang terlihat masih kinclong, Evo X. keliatannya sih mesin, chasis, sama body semuanya masih baru. Nyoba ah hehe. Sekitar pukul 1 lewat bus yang paling depan sudah berangkat, giliran bus yang di belakangnya maju ke start line, terlihat crew sedang mengutak-atik bagian depan bawah bus tersebut, saya pun masuk dan duduk  di baris kedua bagian kanan. Setelah selesai dengan urusan di bagian bawah bus, crew masuk dan menyalakan klakson. Oh mungkin tadi abis ganti klakson...

Pukul 2 siang bus akhirnya diberangkatkan dengan kursi penumpang hampir semuanya terisi penuh. Mungkin sebagian besar penumpang adalah warga Jakarta dan sekitarnya yang bekerja di daerah Bandung. Keluar terminal, bus berjalan santai menelusuri jalan arteri dan terus berlanjut hingga masuk ke jalan Tol TB Simatupang. Kondisi jalan cukup padat saat itu tapi masih relatif lancar. Sepanjang jalan saya tidak tidur, memperhatikan gerak-gerik kendaraan yang mendahului ataupun mendahului bus sambil menghapal jalan, ya inilah hobi saya dari kecil kalau lagi di mobil hehe.

Sekitar pukul 5 sore bus sudah keluar dari gerbang Tol Cileunyi lalu bergerak perlahan menyusuri by pass Rancaekek untuk mencari tambahan penumpang. Beberapa kali bus berhenti cukup lama di tempat pengecekan. “Wah kalau begini terus nyampe Tasik jam berapa nih, salah nih milih naik bus ekonomi". Waktu sudah menunjukkan pukul 6, Bus sudah mulai meliak-liuk di jalan raya Gentong-Tasikmalaya yang penuh kelokan. Kecepatan bus sudah sedikit lebih cepat dari sebelumnya, tapi tetap saja tergolong lambat, akibat kondisi jalan sedang ramai. Pukul 7, saya belum menemukan tanda-tanda bahwa bus sudah sampai Kota Tasik. Saya mulai khawatir kalau kalau sampai di Tasik kemalaman dan bus Jogjaan sudah habis. Saya mencoba menepis kekhawatiran itu. Lalu pada pukul 8, akhirnya bus sudah masuk Kota Tasik. Tapi saya masih was-was kalau bus jogjaan sudah berangkat. Dari arah sebaliknya terlihat banyak hilir mudik bus-bus. Saya perhatikan satu persatu sambil berharap semoga bus jogjaan belum lewat.

“Terminal terminal terminal !”, teriak kenek, dan saya bergegas turun dari bus lalu menyebrang menuju terminal. Kondisi yang gelap agak membingungkan saya, dan juga seorang bapak yg turun dari bus yg sama untuk masuk ke terminal, nampaknya si bapak juga belum hapal daerah tersebut sehingga kami berdua nyasar jauh ke jalan gelap yang ada di samping terminal heuheu. Kebetulan bapak itu juga mau ke Solo, jadi searah dengan saya. Tapi ditengah jalan bapak itu izin buang air kecil, sedangkan saya melanjutkan jalan kaki untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, berhubung di tempat itu gelap tidak ada lampu, dan akhirnya sayapun berpisah dengan bapak itu. Sampai di terminal, “Lho kok sepi ?”, Cuma ada bus kecil Budiman tujuan Purwokerto dan itupun sepertinya ga akan jalan malam itu. Saya cari orang yang ada di terminal untuk bertanya.

“Punteun bu, Budiman nu ka Jogja dimana nya ?”, tanya saya pada seorang ibu penjual makanan
“Wah baru aja berangkat a”,
“Bisnya masih ada lagi ga bu ?”
“Ga ada a itu bis yang terakhir, biasanya sih berangkat ke pool dulu, kejar a aja pake ojek, biasanya sih orang lain begitu”, pedagang lain juga mencoba ikut membantu saya.

Saya pun mengiyakan saran itu, walau sebenernya agak mikir-mikir juga sih soalnya ongkosnya lumayan mahal heuheu. Dengan baik hati, salah satu bapak pedagang pun mengantar saya ke tukang ojek. Setelah dapat, saya naik ojek tersebut, tak lupa menyampaikan terima kasih pada pedagang yang mengantar saya. Ojek yang saya tumpangi berjalan menyusuri kota Tasikmalaya. Saya menikmati pemandangan malam kota Tasikmalaya di sepanjang perjalanan, kotanya belum ramai dengan bangunan megah, tapi udaranya masih sejuk. Ah ternyata ada untungnya juga, jadi bisa melihat suasana Kota Tasik secara langsung hehe.

Setelah sekitar 15 menit perjalanan, akhirnya sampai juga di Pool Bus Budiman tepat berbarengan dengan datangnya Bus tujuan Jogja. Saya pun langsung turun dan membayar ongkos ojek, lalu bergegas ambil posisi untuk naik bus setelah melihat ternyata calon penumpang yang bertujuan Jogja banyak. Bus berhenti tepat di depan saya, bus Budiman Tasik-Jogja dengan body Jetbus bertag-line “Euro.ng engine management system”, pertanda bahwa bus tersebut menggunakan sasis Mercedes Benz seri OH-1526. Para penumpang pun berdesakan masuk dan saya masuk melalui pintu belakang. Fiuuh.. untungnya masih kebagian satu kursi di bagian paling belakang.

Etape 2, Tasikmalaya-Jogja

Sambil menunggu bus berangkat, dari tempat duduk saya memperhatikan suasana pool, masih ramai... bahkan jauh lebih ramai daripada Terminal tadi. Tempatnya bagus, nyaman, minimalis, dan modern, terlihat dari papan petunjuk trayek yang sudah memakai LED, ya pantes sih kalau pool lebih ramai. Pukul 9 malam, bus mulai beranjak jalan. Tanpa basa-basi, bus langsung tancap gas selepas keluar dari pool. “Supirnya Jooss !”. Dari tempat saya duduk, terdengar jelas bunyi deru mesin digeber oleh pak supir. Bus terus melaju dengan kencang di tengah jalan raya Tasikmalaya-Ciamis yang sepi, sesekali bus mengambil jalur berlawanan untuk mendahului truk. Di tempat duduk, saya merenungkan kejadian-kejadian tadi, ya sangat beruntung sampai bisa duduk disini. Saya sangat bersyukur Allah telah membantu saya malam itu. Alhamdulillahirabbil ’alamin, La hawla wa la quwwata illa billah. Pemandangan jalan mulai membosankan, gelap, dan hanya ada sedikit lampu dari perkampungan. Saya pun mulai mengantuk dan lalu tak lama kemudian akhirnya tertidur zzz...

Sesekali saya terbangun. Karena minim petunjuk, saya tidak tahu sudah sampai mana ketika bangun. Sekitar pukul 3 pagi, bus berhenti di RM Taman Sarirasa untuk istirahat dan servis makan. Saya ambil lauk yang seadanya plus sayur dan segelas air teh manis hangat. Sebenernya seret juga sih makan pas dini hari begini heuheu, tapi yaa nikmatin yang ada ajalah. Setelah selesai makan, saya kembali ke bus dan bus kembali melanjutkan perjalanan menuju jogja. Tak lama setelah bus jalan, efek setelah makan mulai bereaksi dan saya kembali tertidur zzz...

Pukul setengah 5 pagi saya terbangun, melihat kondisi jalan, sepertinya saya mengenali jalan ini. Ya, bus sudah sampai di ringroad selatan Jogja, saatnya bersiap-siap untuk turun. Tepat pukul 5 pagi, akhirnya bus masuk terminal Giwangan dan berhenti di terminal kedatangan, saya pun turun.  Terlihat para tukang ojek dan calo mencoba menawarkan jasanya kepada para penumpang yang turun, termasuk saya. Saya tolak tawaran-tawarannya dan saya hanya menanyakan letak kamar mandi dan musholla kepada salah satu orang tersebut. Atas petunjuk orang tersebut, saya berjalan menuju kamar mandi dan mushalla...

Bersambung . . . 

Kamis, 03 Juli 2014

Catatan Perjalanan : Nekat Ngebolang ke Surabaya (Part 1)


Liburan Akhir Semester 3
Bosan, ya itulah yang saat itu saya rasakan. Selama liburan akhir semester 3 saya habiskan hanya dengan berleyeh-leyeh di dalam kamar. Mau keluar pun bosan dengan Kota Bekasi yang begitu-gitu saja, belum ada perubahan yang menarik. Sebenarnya sih sebelum liburan saya sudah merencanakan untuk jalan-jalan ke Jogja dengan teman, tapi sayang rencana itu dibatalkan.


Sabtu, 2 Februari 2013
Seminggu sebelum liburan akhir semester berakhir. Waktu itu seperti biasa saya sedang iseng-iseng browsing di dalam kamar. Kebetulan saya membaca status twitter teman saya, Mas Ansori, yang berencana mau ke Surabaya. Karena dalam rencana saya sebelumnya Kota Surabaya termasuk salah satu daftar kota yang ingin saya singgahi, dalam hati saya tertarik untuk ikut. Saya coba balas tweetnya, kurang lebih inti percakapannya begini :
“Lu ngapain sor ke Surabaya ?”,
“Gue ada rapat css* nasional bro, mau ikut ga ?”,
“Mau aja sih, kapan berangkatnya ?”,
“Besok aja bro, soalnya acaranya mulai hari Senin”,
“Oke sor, gue bilang sama orang tua dulu” .
Sebenarnya percakapannya bukan itu aja sih heuheu, adalagi yang membahas tentang transportasi ke Surabaya, kami berdua belum pernah naik angkutan umum sampai Surabaya, dan akhirnya kami sepakat berangkat dengan menggunakan kereta. Izin dari orang tua pun sudah dikantongi. Saatnya beres-beres...
*css = organisasi mahasiswa penerima beasiswa dari kemenag

Minggu, 3 Februari 2013
Barang bawaan sudah siap, motor sudah dipanaskan, saatnya pamit pergi dari rumah. Jam 8 saya berangkat menuju ke rumah kontrakan di Bogor, checkpoint pertama sebelum memulai perjalanan jauh ke Surabaya untuk ketemuan dengan Mas Ansori. Jam 10 lewat saya sudah sampai di rumah kontrakan, tapi aneh kok Mas Ansori tidak ada. Setelah saya cek sms ternyata dia sudah naik KRL ke Stasiun Kota, kereta berangkat jam 12 siang katanya. “Wah kirain keretanya berangkat malem, nyusul ke stasiun sekarang ga bakal kekejar nih”. Ga ambil pusing, saya langsung menuju agen bus malam, ternyata tidak membuahkan hasil, seat sudah penuh. Mau ga mau harus estafet alias ngeteng kalau mau nyusul ke Surabaya, yah daripada pulang lagi ke rumah kan namanya garing heuheu. Kebetulan juga sebelumnya saya sudah tanya-tanya cara estafet menggunakan bis dari Jakarta ke Surabaya. Jadi seengganya udah ada sedikit modal petunjuk :D Selepas dari agen bus, saya kembali ke rumah kontrakan untuk menarih motor sebelum berangkat.


Awal Perjalanan, Bogor-Jakarta
Jam 11 siang, saya berangkat dari rumah kontrakan. Dengan modal nekat, ongkos pas-pasan (waktu itu uang beasiswa belum turun dan berspekulasi hari senin sudah turun), dan sedikit petunjuk saya memulai perjalanan. Bismillah. Perjalanan dimulai dengan menumpang angkot menuju Terminal Baranang Siang. Seperti biasa saya mencari angkot yang paling siap berangkat supaya cepat sampai heuheu. Sampai di Terminal Baranang Siang, saya menuju ke bus merah Agra Mas Bogor-Lebak Bulus. Lho kenapa ke Lebak Bulus ? Kenapa ga Kp Rambutan aja kan lebih deket ? Kapok ke Kp Rambutan kena palak pedagang heuheu. Mending Lebak Bulus walaupun lebih jauh tapi lebih nyaman :D Kebetulan saya satu bis dengan kakak kelas yang pernah menitip kucing peliharaannnya ke saya, namanya Mbak Dahlia, katanya sih dia mau pulang ke kampung halamannya. Lho kok baru pulang pas akhir libur begini ?

Jam 12 siang bus mulai bergerak menuju pintu keluar dan langsung masuk ke akses tol Jagorawi. Sepanjang pejalanan bus berjalan dengan santai hingga akhirnya sampailah di Terminal Lebak Bulus pada pukul 1 siang...


Bersambung  . . .