Pages

Selasa, 23 Agustus 2016

Catatan Perjalanan : Nekat Ngebolang ke Surabaya (Part 3)


Etape 4 Yogya-Surabaya

Waktu menunjukan pukul 05.30. Setelah selesai solat dan ke kamar mandi, saya mencari warung  di dalam terminal untuk sarapan. Perut sudah meminta jatah asupan makan pagi. Lho bukannya tadi udah dapat servis makan ? Anggap saja itu cuma pengganjal heuheu... Lagipula sejak kemarin siang saya belum makan sama sekali. Setelah dilihat-lihat ternyata masih banyak warung yang tutup, tapi beberapa sudah bersiap-siap buka. Saya menghampiri warung terdekat yang sudah buka, itupun penjaga warungnya masih beres-beres. Saya memesan mie rebus dan teh manis. Cuma makan itu aja ? emang Kenyang ? Tentu saja tidak hehehe... Lagi-lagi sarapan kali ini hanya untuk mengganjal perut saja.

Setelah selesai makan, Saya mencari terminal keberangkatan bus menuju Surabaya. Agak membingungkan terminalnya. Soalnya ini kali pertama saya pergi ke terminal yang tempat kedatangan dan keberangkatannya dipisah. Yaa inilah kerennya terminal-terminal di "Jawa", konsep terminalnya seperti bandara, ada terminal kedatangan, ada terminal keberangkatan. Sebelumnya saya belum pernah menemukan terminal seperti ini di Jakarta maupun di Jawa barat. Setelah saya tanya sana sini, akhirnya saya menemukan tempat yang dimaksud. Disana sudah terparkir dua bus tujuan Surabaya kelas ATB, AC Tarip Biasa alias Ekonomi AC. Satu bus dari Sumber Selamet, satu lagi dari Mira. Saya pilih naik Bus Mira. Saya takut jantungan kalau naik bus Sumber Selamet, kata orang-orang sih ngebutnya gilee ndro wkwk... Saya penumpang pertama yang masuk di bus itu. Di dalam saya melihat-lihat interior bus. Bagus, masih terlihat baru. Bodynya pun tergolong model baru. Masih Gress. Bukan cuma sekedar "edit" atau rombak body yang lama lho ya. Hanya kursinya saja yang sempit dan tidak empuk. Tapi bagi saya sudah "wah" untuk sekelas bus ekonomi.

Sekitar setengah jam kemudian bus berangkat. Sebagian besar penumpang sepertinya penglaju yang ingin berangkat ke tempat kerja. Terlihat dari pakaian mereka yang rapih, dan beberapa membawa helm. Bus pun keluar terminal, lalu langsung tancap gas. Weleh weleh.. banter juga ternyata. Sepanjang ring road Selatan Jogja bus dengan leluasa memacu kecepatannya. Suara mesin depan Hino AK8 meraung-raung. Di tengah jalan Kondektur menagihkan ongkos. Rp 38.000 tarif yang harus dibayarkan untuk ke Surabaya. Saya beri uang 50ribuan, lalu kondektur mengembalikan dengan uang 10 ribu, sisanya 2 ribu dicatat di tiket saya, kembaliannya belum ada. Sampai di terminal Tirtonadi Solo, bus kembali berhenti lama untuk mencari penumpang. Lalu bus pun berjalan lagi. Ya lagi-lagi ngebut. Tapi karena jalan di kota Solo ramai, laju bus agak tertahan. Selepas kota Solo saya tidak kenal lagi saya sudah sampai di daerah mana-mananya. Yang masih saya ingat hanya daerah Ponorogo, di sisi kanan ada Pesantren Gontor Putri. Dulu rombongan rihlah SMA pernah menunggu di depan pesantren itu. Selebihnya saya mencari tahu saya sampai daerah mana dari papan plang yang terpasang di jalan. Sragen, Ponorogo, Madiun, Jombang, Mojokerto, Krian....

Oh iya saya belum mengambil kembalian yang kurang. Saya memanggil kondektur dan menunjukkan tiket yang sudah dicoret olehnya. Dengan muka cemberut kondektur memberikan selembar uang 2ribu. Mungkin di dalam hati dia bilang "kenapa gak dari tadi" heuheuheu...

Sepanjang perjalanan saya memperhatikan kerjasama apik antara kondektur dan supir. Kondektur memberi aba-aba ketika supir ingin menyalip kendaraannya. "Kres ! " Jika keadaan tidak memungkinkan menyalip, "Pre !" Jika keadaan memungkinkan menyalip, dan menepuk dashboard jika supir terlalu kencang atau berbahaya. Ini baru namanya co-Driver.

Sudah masuk pukul 2 siang. Saya mengira jam segini harusnya saya sudah sampai di Surabaya. Tapi ternyata belum sampai juga. Kalau tidak salah baru sampai daerah Jombang atau Mojokerto. Cuaca panas, badan sudah lemas, pegal, pusing, juga lapar hohoo...  Seorang ibu penjual makanan naik. Saya ingin membeli makanan yang dibawanya. "Ini berapa bu ? ", Tanya saya. Ibu itu menjawab dengan bahasa Jawa. Entah jawabnya apa, waktu itu saya belum mengerti bahasa Jawa. Lalu saya tanya lagi untuk yang kedua kali. Ibu itu lagi-lagi menjawab dengan bahasa Jawa. Saya tidak mengerti apa yang dikatakan ibu itu. Dengan nada sedikit kesal (ternyata benar orang lapar itu galak wkwkwk) saya tanya lagi pertanyaan  yang sama untuk ketiga kalinya. Dan lagi-lagi ibu itu menjawab dengan bahasa Jawa. Saya tetap sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan ibu itu. Tapi kali ini penumpang di belakang saya menerjemahkannya, "Tiga ribu". Hooo.... Saya pun membeli beberapa makanan yang dibawanya lalu membayar sesuai dengan yang saya ambil. Jujur, awalnya saya menggerutu gegara ibu itu, heran mosok ga bisa bahasa Indonesia. Ngapunten ya Bu hehe. Tapi berkat kejadian itulah akhirnya saya mau belajar bahasa Jawa. Minimal mengerti apa yang dibicarakan. Yaa siapa tahu nanti sewaktu-waktu ilmunya terpakai.

Pukul 4 sore akhirnya saya tiba di terminal Bungurasih, Surabaya. Dan lagi-lagi ketika saya turun dari bus banyak orang yang menawarkan jasa ojek, taksi, dll. Saya bertanya ke salah satu dari mereka, seorang bapak tukang ojek, "ke asrama haji Sukolilo naik apa ya pak ?". Bapak itu menjawab. Tapi saya tidak punya bayangan sama sekali, masih asing dengan Kota Surabaya. Akhirnya saya terima tawaran jasa ojeknya. Setelah nego kami sepakat tarifnya 15 ribu untuk ke asrama haji Sukolilo, yang ternyata jaraknya cukup jauh dari terminal, sekitar setengah jam. Dengan ongkos ojek sebesar itu terbilang sangat murah menurut saya. Sepanjang perjalanan saya melihat-lihat wajah kota Surabaya. Mirip sekali dengan Bekasi. Hanya saja disana lebih rapih dan jalannya lebih besar.

Sesampainya di asrama haji Sukolilo, saya bayar ojeknya lalu masuk ke dalam menuju mesjid. Disana saya bertemu mas Fadholi, kakak kelas saya di CSS. Ternyata dia juga salah satu peserta Munas. Lalu tak lama kemudian Ansori datang. Setelah beberapa saat mengobrol di masjid, saya diajak masuk ke dalam asrama. Selama saya di Surabaya saya tidak menginap di asrama haji Sukolilo. Disana khusus untuk peserta Munas CSS. Walaupun sebenarnya boleh saja saya menginap disana, tapi saya ga enak sama peserta lain. Saya menginap di rumah Amir, teman seangkatan di CSS. Dia memang asli Surabaya. Dia berkunjung ke asrama haji sukolilo pada malam harinya. lalu saya ikut pulang dengannya. Terima kasih bro sudah memberi tumpangan menginap, jalan-jalan, dan traktir makan selama di Surabaya. Maap kalau merepotkan heuheuheu....

0 komentar:

Posting Komentar