Etape 4 Yogya-Surabaya
Waktu menunjukan pukul 05.30. Setelah
selesai solat dan ke kamar mandi, saya mencari warung di dalam terminal untuk sarapan. Perut sudah
meminta jatah asupan makan pagi. Lho bukannya tadi udah dapat servis makan ?
Anggap saja itu cuma pengganjal heuheu... Lagipula sejak kemarin siang saya
belum makan sama sekali. Setelah dilihat-lihat ternyata masih banyak warung
yang tutup, tapi beberapa sudah bersiap-siap buka. Saya menghampiri warung
terdekat yang sudah buka, itupun penjaga warungnya masih beres-beres. Saya
memesan mie rebus dan teh manis. Cuma makan itu aja ? emang Kenyang ? Tentu
saja tidak hehehe... Lagi-lagi sarapan kali ini hanya untuk mengganjal perut
saja.
Setelah selesai makan, Saya mencari
terminal keberangkatan bus menuju Surabaya. Agak membingungkan terminalnya.
Soalnya ini kali pertama saya pergi ke terminal yang tempat kedatangan dan
keberangkatannya dipisah. Yaa inilah kerennya terminal-terminal di
"Jawa", konsep terminalnya seperti bandara, ada terminal kedatangan,
ada terminal keberangkatan. Sebelumnya saya belum pernah menemukan terminal
seperti ini di Jakarta maupun di Jawa barat. Setelah saya tanya sana sini,
akhirnya saya menemukan tempat yang dimaksud. Disana sudah terparkir dua bus
tujuan Surabaya kelas ATB, AC Tarip Biasa alias Ekonomi AC. Satu bus dari
Sumber Selamet, satu lagi dari Mira. Saya pilih naik Bus Mira. Saya takut
jantungan kalau naik bus Sumber Selamet, kata orang-orang sih ngebutnya gilee
ndro wkwk... Saya penumpang pertama yang masuk di bus itu. Di dalam saya
melihat-lihat interior bus. Bagus, masih terlihat baru. Bodynya pun tergolong
model baru. Masih Gress. Bukan cuma sekedar "edit" atau rombak body
yang lama lho ya. Hanya kursinya saja yang sempit dan tidak empuk. Tapi bagi saya
sudah "wah" untuk sekelas bus ekonomi.
Sekitar setengah jam kemudian bus
berangkat. Sebagian besar penumpang sepertinya penglaju yang ingin berangkat ke
tempat kerja. Terlihat dari pakaian mereka yang rapih, dan beberapa membawa
helm. Bus pun keluar terminal, lalu langsung tancap gas. Weleh weleh.. banter
juga ternyata. Sepanjang ring road Selatan Jogja bus dengan leluasa memacu
kecepatannya. Suara mesin depan Hino AK8 meraung-raung. Di tengah jalan
Kondektur menagihkan ongkos. Rp 38.000 tarif yang harus dibayarkan untuk ke
Surabaya. Saya beri uang 50ribuan, lalu kondektur mengembalikan dengan uang 10
ribu, sisanya 2 ribu dicatat di tiket saya, kembaliannya belum ada. Sampai di
terminal Tirtonadi Solo, bus kembali berhenti lama untuk mencari penumpang.
Lalu bus pun berjalan lagi. Ya lagi-lagi ngebut. Tapi karena jalan di kota Solo
ramai, laju bus agak tertahan. Selepas kota Solo saya tidak kenal lagi saya
sudah sampai di daerah mana-mananya. Yang masih saya ingat hanya daerah
Ponorogo, di sisi kanan ada Pesantren Gontor Putri. Dulu rombongan rihlah SMA
pernah menunggu di depan pesantren itu. Selebihnya saya mencari tahu saya
sampai daerah mana dari papan plang yang terpasang di jalan. Sragen, Ponorogo,
Madiun, Jombang, Mojokerto, Krian....
Oh iya saya belum mengambil kembalian
yang kurang. Saya memanggil kondektur dan menunjukkan tiket yang sudah dicoret
olehnya. Dengan muka cemberut kondektur memberikan selembar uang 2ribu. Mungkin
di dalam hati dia bilang "kenapa gak dari tadi" heuheuheu...
Sepanjang perjalanan saya memperhatikan
kerjasama apik antara kondektur dan supir. Kondektur memberi aba-aba ketika
supir ingin menyalip kendaraannya. "Kres ! " Jika keadaan tidak
memungkinkan menyalip, "Pre !" Jika keadaan memungkinkan menyalip,
dan menepuk dashboard jika supir terlalu kencang atau berbahaya. Ini baru
namanya co-Driver.
Sudah masuk pukul 2 siang. Saya mengira
jam segini harusnya saya sudah sampai di Surabaya. Tapi ternyata belum sampai
juga. Kalau tidak salah baru sampai daerah Jombang atau Mojokerto. Cuaca panas,
badan sudah lemas, pegal, pusing, juga lapar hohoo... Seorang ibu penjual makanan naik. Saya ingin
membeli makanan yang dibawanya. "Ini berapa bu ? ", Tanya saya. Ibu
itu menjawab dengan bahasa Jawa. Entah jawabnya apa, waktu itu saya belum
mengerti bahasa Jawa. Lalu saya tanya lagi untuk yang kedua kali. Ibu itu
lagi-lagi menjawab dengan bahasa Jawa. Saya tidak mengerti apa yang dikatakan
ibu itu. Dengan nada sedikit kesal (ternyata benar orang lapar itu galak
wkwkwk) saya tanya lagi pertanyaan yang
sama untuk ketiga kalinya. Dan lagi-lagi ibu itu menjawab dengan bahasa Jawa.
Saya tetap sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan ibu itu. Tapi kali ini
penumpang di belakang saya menerjemahkannya, "Tiga ribu". Hooo....
Saya pun membeli beberapa makanan yang dibawanya lalu membayar sesuai dengan
yang saya ambil. Jujur, awalnya saya menggerutu gegara ibu itu, heran mosok ga
bisa bahasa Indonesia. Ngapunten ya Bu hehe. Tapi berkat kejadian itulah
akhirnya saya mau belajar bahasa Jawa. Minimal mengerti apa yang dibicarakan. Yaa
siapa tahu nanti sewaktu-waktu ilmunya terpakai.
Pukul 4 sore akhirnya saya tiba di
terminal Bungurasih, Surabaya. Dan lagi-lagi ketika saya turun dari bus banyak
orang yang menawarkan jasa ojek, taksi, dll. Saya bertanya ke salah satu dari
mereka, seorang bapak tukang ojek, "ke asrama haji Sukolilo naik apa ya
pak ?". Bapak itu menjawab. Tapi saya tidak punya bayangan sama sekali,
masih asing dengan Kota Surabaya. Akhirnya saya terima tawaran jasa ojeknya.
Setelah nego kami sepakat tarifnya 15 ribu untuk ke asrama haji Sukolilo, yang
ternyata jaraknya cukup jauh dari terminal, sekitar setengah jam. Dengan ongkos
ojek sebesar itu terbilang sangat murah menurut saya. Sepanjang perjalanan saya
melihat-lihat wajah kota Surabaya. Mirip sekali dengan Bekasi. Hanya saja
disana lebih rapih dan jalannya lebih besar.
Sesampainya di asrama haji Sukolilo,
saya bayar ojeknya lalu masuk ke dalam menuju mesjid. Disana saya bertemu mas
Fadholi, kakak kelas saya di CSS. Ternyata dia juga salah satu peserta Munas.
Lalu tak lama kemudian Ansori datang. Setelah beberapa saat mengobrol di
masjid, saya diajak masuk ke dalam asrama. Selama saya di Surabaya saya tidak
menginap di asrama haji Sukolilo. Disana khusus untuk peserta Munas CSS.
Walaupun sebenarnya boleh saja saya menginap disana, tapi saya ga enak sama
peserta lain. Saya menginap di rumah Amir, teman seangkatan di CSS. Dia memang
asli Surabaya. Dia berkunjung ke asrama haji sukolilo pada malam harinya. lalu
saya ikut pulang dengannya. Terima kasih bro sudah memberi tumpangan menginap,
jalan-jalan, dan traktir makan selama di Surabaya. Maap kalau merepotkan
heuheuheu....